Kampanye negatif memang "efektif" membuka aib, kelemahan, atau keburukan partai, calon presiden (capres), atau calon anggota legislatif (caleg) lain. Namun, menurut artikel di LA Times, meski "bekerja", kampanye negatif tidak disukai oleh pemilih.
Voters say they don't like negative campaigning
Arti Kampanye Negatif
Kampanye negatif bisa kita artikan sebagai komunikasi dengan pesan berupa keburukan atau kelemahan pihak lain. Keburukan itu nyata, memang ada. Sifat kampanye ini "menyerang" (attack) pihak lawan.Kampanye negatif berbeda dengan Kampanye Hitam (black campaign) yang isinya fitnah, tidak faktual, mengada-ada, alias bohong.
Kampanye negatif bisa berbuah negatif pula bagi pelakunya. Alih-alih mendapatkan simpati, pemilih malah bisa bersikap antipati karena bagaimanapun menjelekkan atau mengungkap kejelekan pihak lain, justru menunjukkan kejelekan diri sendiri: punya sifat suka membuka aib orang. Gitu kali ya? :)
Saya turut "sedih" dan "prihatin", ketika teman facebook gencar melakukan kampanye negatif, jarang ada yang ngasih jempol atau komentar atas statusnya itu. Sekalinya ada komentar, mungkin dari pendukung fanatiknya saja.
In my mind, daripada "keseringan" kampanye negatif, lebih baik sampaikan pesan politik berupa visi, misi, atau program partai, program capres, caleg, atau kebaikan partai/caleg/capres Anda. Katakan, apa yang bisa menjadi alasan kuat sehingga rakyat harus memulih sang kandidat!
Masih in my opinion, kampanye paling efektif adalah mendatangi langsung calon pemilih di dapil masing-masing. Adakah dialog. Sampaikan visi, misi, program.
Di media, terutama media sosial (Facebook dan Twitter), utamakan penyampaian program dengan gaya bahasa khas media sosial --komunikasi personal, dibumbui humor, dan "tidak terlalu serius" karena hakikatnya media sosial itu "forum ngobrol". Wasalam. (www.romelteamedia.com).*
* Ilustrasi from Stresstopower.com