Kembalikan Media Islam: Situs Mana Saja?

Kembalikan Media Islam
Tidak semua situs Islam yang diblokir harus dikembalikan.

KEMBALIKAN Media Islam yang "bergema" di twitter hingga menjadi trending topic harus diiringi sikap kritis. Situs dakwah mana saja yang harus dikembalikan?

Pasalnya, tidak semua dari 22 situs itu layak dikembalikan. Tiga website dakwah yang sering saya baca --Hidayatullah.com, Eramuslim.com, Dakwatuna.com-- jelas harus dikembalikan.

Selain "bebas dari radikalisme", ketiga situs tersebut juga lembaga penerbitnya jelas (berbadan hukum), alamat redaksinya jelas, dan tim redaksi dan penanggung jawabnya juga jelas.

Saya pernah menulis untuk hidayatullah.com beberapa kali. Di eramuslim.com bahkan saya pernah mengasuh rubrik "konsultasi jurnalistik & siaran radio" selama beberapa tahun. Kalo gak salah 2001 s.d. 2005.

Bagaimana dengan yang lain? Saya belum "selidiki" semua situs yang diblokir itu. Namun, kebanyakan situs yang diblokir memang "GJ" (gak jelas) siapa penerbit dan pengelolanya, terutama yang menggunakan platform blog blogger/blogspot.

Bahkan, memang setidaknya ada dua blog yang jelas-jelas terindikasi mendukung ISIS dengan mencantumkan logo ISIS di logo nama blognya. (Lihat: Profil & Konten 22 Situs Islam yang Diblokir).

Pemblokiran situs Islam sama dengan pembreidelan dan penyensoran. Jelas, itu bertentangan dengan UU Pers yang menjamin tidak ada sensor, bredel, dan pelarangan siaran bagi pers nasional.

Namun, kita juga mesti kritis, situs mana saja yang termasuk pers nasional. Bagi saya, hidayatullah.com, eramuslim.com, dan dakwatuna.com (maaf jika situs dakwah lain belum sempat saya cek dan sebut di sini) termasuk Pers Nasional karena berbadan hukum, lembaga penerbitnya jelas, redaksinya jelas, dan alamatnya juga jelas.

Jika pemberitaan ketiga situs tersebut, juga situs lainnya, dianggap "membahayakan bangsa dan negara", bukan situsnya yang dihukum (diblokir), tapi disanksi saja redaksi atau penanggung jawabnya sesuai dengan aturan yang berlaku (UU Pers/UU ITE).  

Bagi para pengelola situs Islam, saya juga ajak, mari taati kode etik jurnalistik, seperti verifikasi (tabayun). Jangan "frontal" dalam pemberitaan. "Main cantik" saja. Yang halus gitu lho.... Jurnalistik terutama berbasis fakta, data, juga berimbang (covering both side) dan "tidak mencampurkan fakta dan opini".

Mari tingkatkan skill & knowledge jurnalistik agar berita yang dibuat enak dibaca, mudah dipahami, akuntabel, taat kode etik, dan tidak mengubah media jurnalistik menjadi media propaganda. Wasalam. (www.romelteamedia.com).*

Blokir Situs Islam Berpotensi Langgar HAM, UUD, dan UU Pers

Blokir Situs Islam
Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran (UU Pers).
 
ATAS rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) memerintahkan Internet Service Provider (ISP) memblokir 19 hingga 22 situs Islam.

Alasan Kemenkominfo memblokir situs-situs tersebut karena rekomendasi BNPT bahwa situs tersebut merupakan situs/website "penggerak paham radikalisme dan/atau sebagai simpatisan radikalisme".

Jika sebagian atau semua situs tersebut ternyata TIDAK TERBUKTI sebagai situs penggerak paham radikalisme dan/atau sebagai simpatisan radikalisme, maka Kemenkominfo melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), UUD 1945, dan UU Pers.

Melanggar HAM
perintah blokir situs islam kemenkominfo

The Universal Declaration of Human Rights dengan tegas menyatakan:

"Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers" (Article 19)

Melanggar UUD 1945

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia” (Pasal 28 F UUD 1945).

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
 
"Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” (Pasal 4 ayat 2 dan 3).

Kriteria Pers Nasional

Pertanyaanya sekarang, apakah situs-situs Islam itu termasuk kategori pers nasional?

Menurut UU No. 40/1999:
  • Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia (Pasal 1 ayat 6)
  • Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.  (Pasal 1 ayat 2)
  • Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. (Pasal 9 ayat 1)
  • Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia (Pasal 9 ayat 2)
  • Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat, dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan (Pasal 12).
  • "Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara". (Pasal 4 ayat 1).
  • UU Pers tidak mewajibkan ada izin penerbitan (SIUPP) seperti pada masa Orde Baru. "Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia. (Pasal 9 ayat 1 dan 2).
Merujuk pada UU di atas, maka yang disebut pers nasional dan tidak boleh disensor, dibredel, atau dilarang (diblokir) adalah media atau situs/webiste yang Berbadan Hukum plus nama, alamat, dan penanggung jawab yang jelas.

Maka, situs Islam yang masuk kategori pers nasional (berbadan hukum) yang diblokir dan terbukti tidak menyebarkan radikalisme sebagaimana dituduhkan, LAYAK mengajukan gugatan kepada Kemenkominfo! Wasalam. (www.romelteamedia.com).*

Kiat Mengatasi Writer's Block & Blogger's Block

 Blogger's Block
DI dunia tulis-menulis, ada istilah "hambatan/kendala menulis" alias Writer's Block, yaitu kondisi yang dialami seorang penulis sehingga tidak bisa menulis apa-apa, seperti "kehabisan ide". Hambatan menulis yang utama adalah "gak niat" alias "males".

Cara mengatasi Writer's Block sudah saya share di posting Cara Mengatasi Hambatan Menulis.

Di dunia blogging (ngeblog) pun ada istilah serupa, yakni Blogger's Block. Sama dengan Writer's Block, "hambatan ngeblog" (kendala menulis di blog) yaitu kondisi yang menyebabkan sang blogger tidak bisa memposting apa pun di blognya, utamanya karena "kehabisan ide" dan "males".

Jika kendalanya adalah rasa malas (not in the mood of updating or writing), maka Anda perlu "motivasi diri" atau "memaksakan diri" atau "minta dipaksa". 

Jangan katakan kendala blogging Anda adalah "tidak bisa menulis". Pasalnya, menulis itu layaknya berbicara. Selama ada hal yang mau dibicarakan, maka kita juga bisa menuliskannya. Hanya butuh "nawaitu" (niat) berupa willingness to write) untuk menjadi penulis atau blogger.

Jika Blogger's Bloknya berupa "tidak ada ide" atau "bingung mau posting apa", maka banyak sekali blogger luar sana yang sudah berbagi soal mengatasinya.

Link Posting Tips Mengatasi Blogger's Block

Berikut ini sejumlah posting yang memberikan tips atau kiat mengatasi hambatan update blog:
  1. Inspiration for Blog Posts and overcoming Writers Block.
  2. 26 Tips for Overcoming Bloggers Block.
  3. 9 Ideas to Break Through Blogger's Block.
  4. 23 Cara Mengatasi Hambatan Menulis di Blog.
  5. Memerangi Blogger's Block.
Di antara tips mengatasi Writer's Blokc dan Blogger's Block adalah banyak baca, baik berita aktual, misalnya melalui Google Alerts seuai dengan niche blog, memantau Google Trends, memantau status Facebook dan "jutaan" cuit di twitter, serta tontotan televisi dan film/video. Wasalam. (http://www.romelteamedia.com).*

Tidak Ada Media & Jurnalistik yang Netral

netralitas media jurnalistik
Dalam dunia jurnalistik dan media tidak dikenal istilah "netralitas". Yang ada: independen. Maka, jurnalistik itu tidak ada yang netral. Media "selalu" berpihak pada pemilik.

"Jurnalistik Tidak Netral". Demikian dikemukakan cendekiawan & penulis Adian Husaini. "Kegiatan menghimpun berita, mencari fakta dan melaporkan peristiwa atau akrab disebut jurnalistik bukanlah pekerjaan yang netral. Apalagi jika dilepaskan dari rambu-rambu agamanya, katanya dalam sebuah acara seperti dikutip hidayatullah.com.

Setelah membaca judulnya saja, saya langsung teringat dua posting lama saya tentang "Semua Media Massa Berbohong" dan "Menggagas Pers Bawah Tanah". Rujukan utamanya adalah buku William L. Rivers dkk. Media Massa & Masyarakat Modern (Prenada Media, 2003:10).

Dalam buku itu Rivers dkk menegaskan ketiadaan netralitas media alias tidak ada media/jurnalistik yang netral. Jurnalistik atau media "selalu" berpihak, yakni kepada pemiliknya.

Kebebasan pers yang bergulir di Indonesia sejak 1998 (era reformasi) lebih dinikmati oleh para pemilik modal (kapitalis). Belakangan, para pemilik media "lebih" menjadikan medianya sebagai media propaganda untuk kepentingan politik ketimbang media jurnalitik. Sebut saja Metro TV (Nasdem) dan TV One (Golkar). (Baca juga: Media Propaganda vs Media Jurnalistik)

Kembali ke soal Media & Jurnalistik Tidak Netral. Di belahan dunia "mana pun", bahkan di Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara liberal, pihak yang secara leluasa menikmati kebebasan pers itu adalah “kelompok tertentu”, yakni para pemilik medi massa atau pemodal (kapitalis) itu!

Kebebasan Pers Milik Pemodal



Akibatnya, seperti dikemukakan Rivers dkk., kebebasan pers yang berlaku sebenarnya adalah “kebebasan pemilik pers” (freedom for media owner).

“Pemilik masih bisa menempatkan berita yang penting untuknya –meskipun tidak terlalu penting untuk umum—di halaman pertama atau pada jam tayang utama (prime time). Sebaliknya, berita tertentu bisa saja ditahan atau batal dimuat. Ini membuktikan, pemilik masih berkuasa,” (William L. Rivers dkk., 2003).

Publik dan para wartawan tentu merasakannya. Seheboh apa pun kasus Lapindo, dijamin tidak akan nongol di TV One, seperti tidak akan pernah adanya berita negatif tentang Nasdem dan Jokowi di Metro TV.

Seorang mahasiswa  pernah "menggugat" saya karena saya mengatakan pers mahasiswa yang dibiayai kampus harus menjadi corong kampus, memberitakan hal positif tentang kampus. Mahasiswa tadi belum merasakan dunia media yang sebenarnya.

Idealisme wartawan memang akan "terpasung" begitu menjadi karyawan sebuah media. Pasalnya, idealisme wartawan media mana pun, wajib menyelaraskan pemberitaannya dengan Visi, Misi, dan Kebijakan Redaksi (Editorial Policy) yang pasti berpihak pada pemilik/pemodal.

Sastrawan dan jurnalis senior, Goenawan Mohamad, juga pernah menegaskan: media dalam pemberitaannya tidak harus netral. "Hal terpenting, pemberitaan media tidak untuk memfitnah," katanya. (Tempo).


Makin jelas 'kan? Tidak ada media yang netral. Jurnalistik tidak netral. Yang ada adalah "independensi" alias "kebebasan memihak". Pihak mana yang dipihak, tergantung "ideologi" pemilik media dan "kadar keimanan" wartawan & editor. Wasalam. (www.romelteamedia.com).*

Trend Judul Berita Media Online: Kata Seru & Kata Penunjuk

Ada pendapat, penggunaan kata penunjuk seperti "Ini dia" dalam judul berita adalah "jurnalistik sampah" (Garbage Click-Bait Journalism).

SEJAK berkembangnya media online (news portal), kita jadi familiar dengan judul-judul berita yang diawali dengan:
  • Kata Penunjuk: "inilah", "ini dia", "ini komentar...", "ini reaksi...", dan sebagainya.
  • Kata Seru: "Wow...", "Aduh...", "Astaga...", "Wah", "Nah lho..", "Asyik", dsb.

Bahkan, kita juga mulai akrab dengan judul berita yang diawali dengan kata yang menunjukkan opini wartawan (pembuat berita) atau editornya, seperti "Payah..", "Ingat ya...", atau "Duh Cantiknya...", sehingga ada kesan berita terebut bukan sekadar "to inform" (mengabarkan), tapi juga "to influence" (memengaruhi).

Lebuh jauh, media online juga banyak yang menjadi "media propaganda", bukan lagi "media jurnalistik". (Baca: Media Junalistik vs Media Progaganda).

Interjeksi (Kata Seru) dalam Judul Berita

Interjeksi (kata seru) adalah kata yang mengungungkapkan perasaan, seperti ah, wah, yah, hai, o, oh, nah, ya ampun, astaga, aduh, dll.

Dengan menggunakan interjeksi ini, judul berita memang jadi lebih hidup, dinamis, juga "centil". Alasan penggunaan interjeksi itu agar berita lebih atraktif, menarik, dan "nyantai".

Dibenarkan? Sejauh ini, saya belum mengetahui ada keberatan dari pembaca ataupun "teguran" dari Dewan Pers soal judul-judul demikian. Jadi, kayaknya dianggap sah-sah aja, selama tidak melanggar kode etik dan Pedoman Pemberitaan Media Siber.

Namun, tentu para editor harus hati-hati, jangan sampai "berlebihan" atau "tidak pas" dalam menggunakan interjeksi dalam judul berita.

Berikut ini beberapa contoh judul berita media online yang menggunakan interjeksi:
  1. Asyik, Muridk Sekolah di New York Dapat Libur (Tribunnews) 
  2. Wow Keren, Walikota New York Umumkan... (Perwata Ekbis)
  3. Mantab, Wali Kota New York Liburkan... (Harian Terbit)
  4. Waduh! Pulang Umroh Ayah Laporkan Anak... (JPNN)
  5. Unik, Ada Kampung Islam di Pulau Natal (Berita Jatim)
  6. Wow... PLN Raup Pendapatan... (JPNN)

Kata Ganti (Pronomina) Penunjuk dalam Judul Berita

Kata Ganti Penunjuk adalah kata ganti yang dipakai untuk menunjuk suatu tempat atau benda yang letaknya dekat ataupun jauh, seperti “di sini”, “di sana”, “ini”, “itu”, dsb.

Dalam judul berita media online, kata penunjuk yang sering digunakan antara lain "inilah", "ini dia", "ini reaksi", "ini sikap", "ini komentar", dan sebagainya.

Untuk contoh, silakan saja buka Google > Masukkan Kata Kunci "Ini" > Klik Menu "News" (Berita)

Judul-judul di atas bukan jurnalistik yang baik. Judul-judul berita demikian adalah jurnalistik yang buruk.

Situs Vice bahkan menyebut jurnalisme clickbait sebagai "jurnalistik sampah" (Garbage Click-Bait 'Journalism'). (Judul Berita Media Online). Wasalam. (www.romelteamedia.com).*

Kumpulan RSS Situs Berita & Cara Pasangnya di Blog

Kumpulan RSS Situs Berita & Cara Pasangnya di Blog agar tetap updated alias tidak ketinggalan isu aktual.

RSS Situs Berita & Cara Pasangnya di Blog
MENAMPILKAN atau memasang widget RSS atau sindikasi Situs Berita di blog sangat baik untuk menambah bacaan buat pengunjung, juga buat admin blog sendiri biar gak ketinggalan info aktual karena "keasyikan ngeblog".

Memasang widget RSS Situs berita juga bisa menambah SEO dan potensi indeks Google ke blog kita karena mesin pencari juga mengindeks RSS atau daftar judul berita yang ada di halaman blog kita.
 
DEMO
Lihat demo widget RSS ini di blog demo FreshNews. Di sana dipasang RSS Feed dari BBC Indonesia, di Footer Widget, juga RSS Sepakbola Magz di sidebar.

BBC Indonesia menyediakan tautan RSS yang bisa dipasang di blog sebagai berikut:
  1. RSS Berita Utama: http://www.bbc.co.uk/indonesia/index.xml
  2. RSS Berita Indonesia: http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/index.xml
  3. RSS Berita Dunia: http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/index.xml
  4. RSS Berita Olahraga: http://www.bbc.co.uk/indonesia/olahraga/index.xml
RSS BBC Indonesia Selengkapnya

Cara Memasang RSS Feed Situs Berita

Berikut ini cara memasang atau menampilan widget RSS Situs Berita di Blog:
1. Layout > Add a Gadget > pilih "Feed"
2. Copy & Paste link url RSS Feed yang akan kita pasang
3. Klik "Continue"
4. Ubah judul widgetnya sesuai dengan rss yang dipasang, bisa juga dibiarkan "default"
5. Save!

Kini RSS Situs Berita sudah terpasang di blog Anda!

DAFTAR RSS SITUS BERITA
Berikut ini daftar link/url RSS situs-situs berita terpopuler di Indonesia:
  1. Antara News: http://www.antara.co.id/rss/news.xml
  2. Detik: http://rss.detik.com/index.php/detikcom
  3. DetikSport: http://rss.detik.com/index.php/sport
  4. Kompas Nasional : http://www.kompas.com/getrss/nasional
  5. Internasional : http://www.kompas.com/getrss/internasional
  6. Tempo: http://rss.tempointeraktif.com/index.xml
  7. Tempo Nasional: http://www.tempointeraktif.com/hg/rss/nasional_TI.xml
  8. Okezone: http://sindikasi.okezone.com/index.php/okezone/RSS2.0
  9. Okezone Sport : http://sindikasi.okezone.com/index.php/sports/RSS2.0
  10. TV One: http://www.tvone.co.id/rss/news/1/Terkini
  11. Liputan6: http://www.liputan6.com/feed/rss
Daftar link RSS selengkapnya, per kategori misalnya, bisa dilihat di situs berita masing-masing. Biasanya ada di menu atas atau footer (bawah). Demikian pula situs berita lainnya.

APAAN SIH RSS?
RSS singkatan dari Rumah Sangat Sederhana...., eh, tentu bukan itu. Maksudnya adalah RSS singkatan dari Really Simple Sindication (Sindikasi yang Benar-Benar Sederhana).

Menurut data Wikipedia, RSS itu file berformat XML untuk sindikasi yang telah digunakan (di antaranya dan kebanyakan) situs web berita dan blog.

Teknologi yang dibangun dengan RSS mengizinkan kita untuk berlangganan kepada situs web yang menyediakan umpan web (feed) RSS, biasanya situs web yang isinya selalu diganti secara reguler.

Untuk memanfaatkan teknologi ini, kita membutuhkan layanan pengumpul. Pengumpul bisa dibayangkan sebagai kotak surat pribadi. Kita kemudian dapat mendaftar ke situs yang ingin kita tahu perubahannya.

Untuk berlangganan RSS tidak diperlukan biaya, gratis. Tapi, kita biasanya hanya mendapatkan satu baris atau sebuah pengantar dari isi situs berikut alamat terkait untuk membaca isi lengkap artikelnya.

RSS digunakan secara luas oleh komunitas blog untuk menyebar ringkasan tulisan terbaru di jurnal, kadang-kadang juga menyertakan artikel lengkap dan bahkan gambar dan suara.

PASANG RSS BLOG?
Kita juga bisa memasang RSS blog teman atau blog kita yang lain, di sidebar dengan cara pemasangan yang sama. Hanya saja, alamat RSS-nya bisa menggunakan Feedburner atau tinggal masukkan saja alamat blognya:

1. Layout > Add a Gadget > pilih "Feed"
2. Masukkan alamat  blog di kolom yang tersedia
3. Klik "Continue"
4. Ubah judulnya (optional)
5. Save!

Kini RSS blog, juga RSS Situs Berita, sudah muncul di sidebar atau di footer blog Anda. Keep informed and well updated! Wasalam. (www.romelteamedia.com).*