Banyak Media Online Jadi Koran Kuning

Banyak Media Online Jadi Koran Kuning
Ilustrasi: headlinedigest.com
KORAN Kuning adalah sebutan bagi media yang berisi berita atau informasi seputar "dunia hitam" --kriminalitas dan seks. "Ideologi" jurnalistik koran kuning adalah sex and crime journalism, dikenal juga dengan sebutan Yellow Journalism, Yellow Papers, dan Gutter Journalism (Jurnalisme Got).

Bukan hanya "doyan" memuat berita asusila, skandal, cabul, dan kriminalitas, koran kuning juga identik dengan judul-judul berita yang sensasional, bombastis, dan "dramatis". Kadang isinya tidak sesuai dengan judul.

Pengertian Koran Kuning

Kamus Bahasa Indonesia mengartikan koran kuning sebagai surat kabar yang sering kali membuat berita sensasi.

Menurut Ensiklopedia Pers Indonesia (EPI), Yellow Papers (Koran Kuning) adalah suratkabar yang isinya lebih banyak sensasi, rumor, dan hal-hal yang tidak berkaitan dengan upaya pencerdasan manusia dan merupakan sebuah paradigma yang lahir pada zaman industri modern di mana telah ditemukan mesin cetak super canggih yang kemudian diikuti oleh tumbuhnya dunia hiburan.

Menurut Shirley Biagi dalam Media Impact: An Introduction to Mass Media (2011), istilah yellow journalism (koran kuning) dewasa ini digunakan untuk menggambarkan jurnalisme atau media yang memperlakukan berita secara tidak profesional dan tidak etis.

By extension, the term yellow journalism is used today as a pejorative to decry any journalism that treats news in an unprofessional or unethical fashion. (Wikipedia)

Dalam buku Kamus Jurnalistik (Simbiosa, Bandung, 2009), saya mendefinisikan Gutter Journalism sebagai "gaya jurnalistik yang lebih menonjolkan pemberitaan tentang dunia hitam atau dunia kotor, yakni seks dan kejahatan (sex and crime journalism). Jurnalisme demikian menghasilkan Yellow Papers (koran kuning).

Koran Kuning (Yellowpapers) saya definsikan dengan "suratkabar yang mementingkan sensasionalisme dengan eksploitasi masalah seks dan kriminalitas. Ia menganut paham “Jurnalisme Got” (Gutter Journalism) yang menonjolkan pemberitaan tentang dunia hitam atau dunia kotor, yakni seks dan kejahatan (sex and crime journalism)."

CMIIW ya....! :)

Salah satu referensi tentang koran kuning: Etnografi Sejarah Koran Kuning

Media Online dan Koran Kuning

Tentu istilah koran kuning tidak tepat digunakan untuk media online karena beda format. Yang tepat adalah istilah Yellow Journalism atau Gutter Journalisme (aspek "ideologi").

Yang dimaksud media online di sini adalah situs-situs berita atau portal yang memenuhi karakteristik media massa, antara lain bersifat melembaga --organisasi media berbadan hukum hukum; meluas dan serempak; dan bersifat terbuka --dapat diakses siapa saja.

Kini semua (?) koran memiliki edisi atau versi online. Nah, media online inilah yang saya maksud dalam posting ini, plus situs berita online yang "melembaga" (bukan milik perorangan).

Semula, saya respek terhadap sejumlah media cetak (suratkabar) karena menghindari Yellow Journalism. Namun, edisi online media-media tersebut ternyata "terbawa arus" berburu traffic, pageviews, atau visitors. Padahal, yakin saja... jika medianya sudah terpercaya, kredibel, bonafid, pastinya media onlinenya juga menjadi pilihan atuh....:)

Saat muncul kasus asusila, hampir semua media online memberitakannya, termasuk media-media online yang versi cetaknya (koran) dikenal "kredibel" dan "bukan koran kuning", baik berita asli tulisan/liputan wartawannya, maupun (seringnya sih) "copy paste" dari berita sebelumnya dengan beberapa bagian diproses "editing".

Persaingan ketat merebut perhatian user internet rupanya menjadi penyebab banyak media online, secara sadar ataupun tidak, menjadi "koran kuning" demi trafic. In the sake of trafic!

Media-media online mungkin lupa, berita yang dipublikasikan bisa dikonsumsi segala kalangan dan usia. Media online juga mungkin banyak yang lupa, ada Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS) dari Dewan Pers yang menyatakan: "Media Siber Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul".

Kode etik memang menjadi "masalah klasik" di kalangan wartawan atau media. Sayangnya, pelanggaran kode etik "hanya" dikenakan sanksi oleh internal redaksi media ybs, kecuali pelanggaran kode etik jurnalistik yang sudah masuk wilayah Delik Pers (pidana) seperti pencemaran nama baik dan Delik di UU ITE. Wasalam. (www.romelteamedia.com).*