ACARA Culinary Night lagi ngetrend di Kota Bandung. Ada Braga Culinary Night, Dago Culinary Night, Panyileukan Culinary Night, Cinambo Culinary Night, Kircon Culinary Night, Lengkong Culinary Night, dan sebagainya.
Yang jadi pertanyaan saya, kenapa harus menggunakan istilah asing, Culinary Night? Apalagi ini program Pemerintah Kota Bandung yang notabene Sunda.
Kenapa tidak "Malam Kuliner" atau "Peuting Ulin Bari Jajan" atau... apa ya bahasa Sundanya Culinary Night? "Dahareun Ti Peuting" kitu?
Mungkin bahasa Inggris dinilai lebih keren ketimbang bahasa Indonesia apalagi Sunda. Makanya, bukan hanya "Malam Kuliner", banyak sekali kok perumahan, produk, atau nama lembaga yang menggunakan bahasa Inggris.
Ada ungkapan, bahasa cermin budaya bangsa atau bahasa merupakan cermin jati diri bangsa. Merujuk pada ungkapan tersebut, dapat dikatakan, memilih bahasa asing (Inggris) ketimbang bahasa sendiri (Indonesia/Daerah) merupakan cermin budaya dan jati diri kita (bangsa Indonesia) yang kurang, bahkan tidak percaya diri, sebagai bangsa Indonesia.
Kita masih merasa “inferior”, rendah diri, dibanding dengan bangsa Inggris. Kita merasa, menggunakan bahasa Inggris lebih “gagah”, hebat, atau keren?
Faktanya memang demikian. Sebuah produk pun jika menggunakan nama Indonesia biasanya tidak laku, berbeda dengan produk berlabel asing meskipun sebenarnya produk bangsa sendiri (dalam negeri).
Lihat saja, sebagai contoh, produk rokok, makanan, minuman, bahkan grup band/musik, dan sebagainya. Ketimbang memilih nama “Lima Menit”, mereka lebih memilih nama “Five Minute”; Sheila on Seven, The Titans, The Groove, dan banyak lagi.
Lagi-lagi, perilaku konsumen (kita?) yang lebih tertarik pada produk bernama asing ketimbang bernama Indonesia itu merupakan cermin budaya dan jati diri kita yang masih merasa hal berbau asing itu hebat. Ada yang berpendapat, inilah mentalitas bangsa terjajah.
Tapi lihatlah sekarang, banyak mal atau pusat perbelanjaan menggunakan nama asing: Bandung Trade Mall, Bandung Supermall, Bandung Electronik Center, Metro Indal Mall, dan banyak lagi. Bandingkan dengan nama Indonesianya: Mal Pedagangan Bandung, Mal Super Bandung, Pusat Elektronik Bandung, Mal Metro Indah! Ah, kurang keren ya?
Budaya asing memang masih "menggempur" bangsa ini, utamanya melalui acara-acara di televisi. Saya kira, mayoritas acara televisi kita produk asing (luar negeri). Wajar jika invasi dan infiltasi budaya asing terus melanda bangsa Indonesia. Alih-alih memperkuat budaya nasional, acara-acara televisi kita malah menggerus identitas budaya kita sendiri.
Lagi-lagi, perilaku konsumen (kita?) yang lebih tertarik pada produk bernama asing ketimbang bernama Indonesia itu merupakan cermin budaya dan jati diri kita yang masih merasa hal berbau asing itu hebat. Ada yang berpendapat, inilah mentalitas bangsa terjajah.
Seingat saya, pemerintah pernah mengimbau (atau memerintahkan?) perubahan nama-nama produk asing ke dalam bahasa Indonesia. Holland Bakery, misalnya, pun berubah menjadi “Bakeri Holan”; BRI Tower = Menara BRI, Indomart = Indomaret, dan sebagainya.
Tapi lihatlah sekarang, banyak mal atau pusat perbelanjaan menggunakan nama asing: Bandung Trade Mall, Bandung Supermall, Bandung Electronik Center, Metro Indal Mall, dan banyak lagi. Bandingkan dengan nama Indonesianya: Mal Pedagangan Bandung, Mal Super Bandung, Pusat Elektronik Bandung, Mal Metro Indah! Ah, kurang keren ya?
Budaya asing memang masih "menggempur" bangsa ini, utamanya melalui acara-acara di televisi. Saya kira, mayoritas acara televisi kita produk asing (luar negeri). Wajar jika invasi dan infiltasi budaya asing terus melanda bangsa Indonesia. Alih-alih memperkuat budaya nasional, acara-acara televisi kita malah menggerus identitas budaya kita sendiri.
Kembali ke soal Culinary Night di kota Bandung, apa bahasa Sundanya Culinary Night? Kenapa harus menggunakan bahasa Inggris, biar keren kitu...???
Yang jelas, istilah kuliner memang belum masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kuliner berasal dari bahasa Inggris, culinary, artinya "yang berhubungan dengan dapur atau masakan". Wasalam. (www.romelteamedia.com).*