Lowongan Kerja di Media Bukan Monopoli Lulusan Jurnalistik. Logikanya, ketika sebuah media membuka lowongan kerja, mereka "memburu" para alumni jurusan jurnalistik atau sarjana komunikasi karena merekalah yang sudah "ready to work" di bidang media.
Namun, nyatanya tidak demikian. Setahu saya, ketika sebuah media membuka loker, maka kualifikasinya tidak menyebutkan secara eksplisit, misalnya, "Lulusan S1 Jurnalistik" atau "Lulusan S1 Komunikasi".
Umumnya, lowongan kerja di sebuah media "hanya" menyebutkan "Lulusan S1", bahkan kebanyakan menambahkan "semua jurusan" atau "dari berbagai latar belakang pendidikan". Why?
Kita simak dulu contoh terbaru. Sebuah media besar membuka lowongan kerja posisi reporter (wartawan). Ini dia syaratnya:
1. Lulusan S1 dari berbagai latar belakang pendidikan
2. Punya minat di bidang jurnalistik. Berpengalaman di bidang penulisan dan peliputan lebih diutamakan.3. Menguasai bahasa Inggris, minimal pasif.
4. Siap bekerja shift dan menghadapi tekanan deadline
5. Menyukai tantangan dan lingkungan baru
6. Mampu beradaptasi dengan perubahan penugasan liputan.
7. Suka membaca dan peka terhadap isu yang berkembang di publik.
Di atas kertas, yang bisa memenuhi kriteria di atas adalah alumni jurnalistik/komunikasi. Selama sekitar 3-4 tahun mereka dibekali ilmu dan keterampilan jurnalistik --menulis, wawancara, reportase, manajemen media, dan sebagainya terkait dunia media massa.
Biasanya sih, yang diterima memang alumni jurnalistik/komunikasi. Namun, banyak juga alumni jurusan lain, bahkan jurusan ilmu eksak sekalipun, bisa diterima, asalkan memenuhi kriteria tadi.
MENGAPA S1 SEMUA JURUSAN?
Mengapa media tidak mengistimewakan lulusan jurnalistik dalam rekrutmen? Misalnya, minimal menuliskan syarat: Lulusan S1 Semua Jurusan, diutamakan jurusan jurnalistik/komunikasi.
Mungkin, "tidak diskriminatif" menjadi alasan pertama. Alasan kedua, karena memang bidang media massa bukan monopoli lulusan jurnalistik. Sarjana bidang studi apa pun bisa menjadi reporter/wartawan, selama menguasai ilmu dan keterampilan jurnalistik --menulis, reportase, wawancara, dll.
Apakah lowongan kerja di media selama ini, yang tidak menyebutkan khusus "S1 Jurnalistik/Komunikasi", berarti media "mengabaikan" keberadaan Fikom dan/atau Jurusan Jurnalistik di kampus-kampus perguruan tinggi?
Tentu, tidak demikian. Lulusan S1 Jurnalistik belum tentu piawai dalam mengerjakan tugas-tugas pemberitaan atau manajemen media massa. Sebaliknya, lulusan non-jurnalistik juga belum tentu "awam" soal jurnalistik dan media.
ALTERNATIF LULUSAN JURNALISTIK
Di posting sebelumnya, saya sudah share tentang Masa Depan Mahasiswa Jurnalistik. Saya cantumkan di sana daftar pekerjaan yang membutuhkan keahlian jurnalistik.
Intinya, mahasiswa jurnalistik/komunikasi tidak harus selalu berharap dan menatap lembaga media untuk mengamalkan ilmu dan keterampilannya.
Saat ini, SEMUA lembaga/instansi membutuhkan SDM yang pandai menulis lincah bicara, piawai mengelola media, karena lembaga/instansi pemerintah ataupun swasta, dipastikan memiliki Bagian Humas/PR atau Depatemen Komunikasi yang menjadi "ladang amal" lulusan jurnalistik.
Jurnalistik memang termasuk ilmu terapan (applied science) yang bisa dipelajari di luar kelas. Banyak wartawan saat ini bukan berlatar belakang non-jurnalistik. Namun, dampak buruknya, banyak tulisan di media yang "asal jadi" dan tidak memenuhi kaidah jurnalistik, bahkan melanggar kode etik jurnalistik.
Maka, mestinya, media atau lembaga apa pun yang membutuhkan reporter, wartawan, editor, atau penulis, mengutamakan SDM dengan latar belakang ilmu jurnalistik/komunikasi biar "pas" dan bagus. Wasalam. (www.romelteamedia.com).*